Tuesday, October 9, 2007

TENTANG CUTI BERSAMA LEBARAN

Keputusan bersama Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri Agama mengenai cuti bersama lebaran tahun 2007 sungguh tidak masuk akal. Menurut keputusan tersebut, cuti bersama lebaran adalah pada tanggal 12 Oktober 2007 dan 15-19 Oktober 2007, menganulir Surat Edaran MenPAN mengenai libur cuti bersama tahun 2007 yang menyebutkan cuti bersama lebaran tahun 2007 pada tanggal 12 Oktober 2007 dan 15-15-16 Oktober 2007. Ada tambahan liburan tiga hari dari tanggal 17-19 Oktober 2007.

Paling tidak ada lima hal yang membuat keputusan tersebut bermasalah. Pertama, latar belakang pengambilan keputusan tersebut. Kemungkinan besar, keputusan tersebut diambil karena para pejabat khawatir pada akan banyak karyawan yang tidak masuk pada tanggal 17 sampai 19 Oktober 2007, baik yang mengajukan cuti, ijin atau bahkan membolos. Para pejabat tidak ingin dipersalahkan jika kantor-kantor pemerintah pada tanggal tersebut kosong karena banyak pegawai yang membolos. Ketidakmampuan para pejabat pemerintah dalam mendisiplinkan anak buahnya ditutupi dengan cara mengakomodasi keinginan para pegawai yang “malas”. Sementara para pegawai yang berusaha untuk disiplin, sehingga membeli tiket kembali ke Jakarta pada tanggal 16 Oktober, sesuai Surat Edaran MenPAN yang lama, justru mengalami kerugian karena harus mengorbankan tiket yang sudah mereka beli. Hal ini merupakan preseden buruk yang menggambarkan ketidakmampuan para pejabat dalam memecahkan masalah dan menghancurkan moral para pegawai yang memiliki itikad baik.

Kedua, waktu pengambilan keputusan. Tidak tahukah para menteri tersebut bahwa tiket kereta api dapat dipesan di PT KAI 30 hari sebelum waktu pemberangkatan? Dengan waktu pemberitahuan yang mepet, para pemudik sebagian pasti sudah memesan tiket ke Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2007. Ini berarti mereka harus mengganti tanggal keberangkatan. Sebagai contoh pada PT KAI, penggantian waktu pemberangkatan dikenai biaya 25% dari harga tiket. Dengan harga tiket minimal Rp 250.000,- untuk kereta eksekutif, bisa dibayangkan berapa ratus juta rupiah yang dibuang percuma hanya untuk penggantian tanggal keberangkatan saja. Belum lagi pada beberapa penerbangan yang tidak memperbolehkan untuk mengganti tanggal keberangkatan, sehingga harus membeli tiket baru. Sekali lagi, pemborosan ini harus ditanggung oleh para pegawai yang beniat untuk disiplin, sementara para pegawai yang sudah mengajukan cuti, ijin atau berniat membolos pada tanggal 17-19 Oktober justru mendapat dukungan.

Ketiga, kemungkinan jatuhnya lebaran pada tanggal 12 Oktober. Hal ini justru tidak diantisipasi oleh pemerintah. Padahal sudah hampir dipastikan akan ada dua lebaran, yaitu pada tanggal 12 dan 13 Oktober 2007. Bagi para pegawai sekaligus pemudik yang merayakan lebaran pada tanggal 12 Oktober, kemungkinan besar akan mudik sebelum tanggal 11 Oktober, yang berarti akan banyak pegawai tidak masuk kerja pada tanggal 10 dan 11 Oktober 2007. Pemerintah justru lebih memilih untuk mengantisipasi “hari kejepit” yang tiga hari panjangnya, dibanding adanya kemungkinan lebaran pada 12 Oktober yang sudah hampir pasti.

Keempat, kesulitan dalam mencari tiket keberangkatan tanggal 20 dan 21 Oktober 2007. Dengan perubahan waktu masuk kerja setelah libur lebaran menjadi tanggal 22 Oktober, akan banyak orang yang berusaha mencari tiket menuju Jakarta pada tanggal 20 atau 21 Oktober. Padahal tiket kereta api eksekutif untuk tanggal 21 Oktober 2007 sudah habis terpesan. Jadi dapat dibayangkan bahwa akan banyak orang yang hanya bisa memperoleh tiket menuju Jakarta setelah tanggal 22 Oktober 2007. Lagi-lagi banyak pegawai yang tidak akan masuk kerja pada tanggal tersebut.

Kelima, tidak adanya penghormatan terhadap peraturan yang sudah ada. Keputusan tiga menteri tersebut menganulir Surat Edaran MenPAN mengenai cuti bersama tahun 2007 tanpa dengan didasari alasan yang kuat dan rasional. Ketika para pejabat pemerintah tidak menghormati keputusan yang mereka buat sendiri, bagaimana bisa berharap rakyat menaruh hormat terhadap keputusan-keputusan dari para pejabat tersebut? Yang timbul adalah kesan mencla-mencle dari para pembuat keputusan.

Keluhan-keluhan ini mungkin akan teredam oleh adanya bonus tambahan liburan tiga hari. Tetapi hal ini sepenuhnya mencerminkan karakter pemerintah yang cenderung reaktif, berwawasan sempit, dan berorientasi jangka pendek.

No comments: